MAKALAH
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK ETANOL
DAUN ILER (Coleus atropurpureus (L) Benth)
Diajukan
sebagai Kelengkapan Tugas
Mata
Kimia Bahan Organik Alam
Frederik K.L.
071314013
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekayaan hutan tropis Indonesia dengan keanekaragaman
hayati, cukup potensial sebagai aset pembangunan nasional. Kekayaan tersebut,
selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan bakar dan juga sebagai bahan
industri. Hutan tropis Indonesia
dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber senyawa-senyawa kimia yang dapat
dikembangkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai contoh
adalah bahan obat-obatan dan bahan pewarna serta zat aditif pada makanan (Sawal, 1997).
Pemanfaatan sumber daya alam hayati
sebagai penghasil senyawa-senyawa kimia yang potensial terus dikembangkan oleh
para ahli kimia khususnya kimia organik bahan alam karena jumlah dan
varietasnya yang cukup banyak dan masih kurang yang diketahui kandungan
kimianya. Sekitar 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi di dunia, tumbuh
sekitar 50% diantaranya di hutan tropis. Akan tetapi, keseluruhan jenis
tumbuhan tingkat tinggi itu baru sekitar 0,4% yang telah diselidiki kandungan
kimianya (Achmad, dkk, 1995)
Iler (Coleus atropurpureus (L) Benth) atau yang biasa
dikenal dengan sebutan “Miana” merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah
tropis, terutama di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman tersebut
termasuk ke dalam tanaman hias yang biasanya digunakan sebagai obat tradisonal
dalam masyarakat.
Tanaman iler mempunyai banyak kegunaan terutama pada batang dan daun yang
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran dan yang paling penting
yaitu dapat digunakan untuk obat tradisional. Batang dan daun iler digunakan
sebagai obat wasir, bisul, borok, radang telinga, ambeien, terlambat haid,
masalah pencernaan dan masih banyak penyakit lain yang dapat diobati dengan
menggunakan tanaman iler. Kandungan senyawa kimia tanaman iler/ miana berupa Lendir, minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, saponin.
Melihat potensi yang dimiliki oleh tumbuhan ini, khususnya pemanfaatannya
sebagai obat-obatan tradisional, maka penelitian terhadap kandungan kimianya
dianggap penting. Terutama terhadap daun dari tanaman iler yang mana diharapkan
dapat dimanfaatkan dengan melalui proses isolasi daun tanaman iler.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan
diuraikan dalam penelitian ini adalah “Seberapa besar kandungan alkaloid yang
terdapat dalam ekstrak etanol daun iler ?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kandungan alkaloid dari ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus (L) Benth).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini adalah :
- Sebagai bahan informasi mengenai kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun iler.
- Dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kimia organik bahan alam dan menjadi pemacu bagi ilmu-ilmu terkait seperti kesehatan, farmasi, biokimia dan kedokteran.
- Senyawa kimia yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam bioindustri, agroindustri, dan lain-lain.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Umum Tanaman Iler (Coleus atropurpureus (L) Benth)
1.
Morfologi Tumbuhan dan Tempat Tumbuh
Iler (Coleus
atropurpureus (L) Benth)
Merupakan tumbuhan semak, herba tegak dan merayap
dengan tinggi batang pohonnya berkisar 30 cm sampai 150 cm. Daunnya berbentuk
hati pada setiap tepinya dihiasi oleh jorong-jorong atau lekuk-lekuk tipis yang
bersambung dan di dukung oleh tangkai daun. Bunganya muncul pada pucuk tangkai
batang berbentuk untaian bunga bersusun. Iler mempunyai penampang batang
berbentuk segi empat dan termasuk kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah
patah. Iler dapat tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1500
m diatas permukaan laut. Keistimewaan tanaman ini adalah beraneka ragam jenis
warna daun yang dimiliki. Iler biasa ditemukan disekitar sungai atau pematang
sawah dan tepi-tepi pedesaan sebagai tumbuhan liar. Iler sekarang menjadi
tumbuhan hias yang telah berkembang dengan berbagai varitas yang indah (Thomas,
1992).
Tanaman ini dikenal dengan nama daerah
daun miana. Tanaman yang dikelompokkan ke dalam jenis tanaman hias ini ternya
memiliki khasiat yang sangat banyak. Banyak penelitian yang telah dilakukan
terhadap jenis tanaman ini (Mahendra, 2005).
Taksonomi Tanaman ILer
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisio: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Lamiales
Famili: Lamiaceae
Genus: Coleus
Spesies: Coleus atropurpureus
(L) Benth
2.
Nama Daerah
Untuk
setiap daerah, Iler (Coleus atropurpureus (L) Benth) meliliki nama yang
berbeda antara lain : Kentangan (Jawa); Jewer Kotok (Sunda), tanaman yang di
Cina disebut tzai ye cao itu banyak ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias
daun, Masyarakat Kawanua (Menado dan sekitarnya) menamakan bunga bayam untuk
tanaman hias, untuk obat disebut daun mayana. Tanaman iler memiliki nama lain
seperti si gresing (Batak), adang-adang (Palembang), pilado (sumbar), dhin
kamandhinan (Madura), serewung (minahasa), seru-seru (bugis). Daerah asal
tanaman ini yaitu dari kawasan Asia Tenggara.
3.
Sifat Dan Khasiat
Tanaman iler baunya
harum, rasanya agak pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai peluruh haid
(emenagog), perangsang nafsu makan, penetralisir racun (antitoksik) yaitu dapat
diminum atau sebagai obat luar bila tergigit ular dan serangga beracun,
menghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik), menbuyarkan gumpalan darah,
mempercepat pematangan bisul dan pembunuh cacing (vermisida), mengandung minyak
atsiri, antara lain karvakrol yang bersifat antibiotik, eugenol bersifat
menghilangkan nyeri, etil salisilat menghambat iritasi, Penelitian Fakultas
Farmasi Universitas Tujuh Belas Agustus Jakarta menunjukkan, senyawa kimia
polar tanaman iler menghambat pertumbuhan sel leukeumia L-1210, tanaman iler
memiliki efek diuretik yang memperlancar pengeluaran kotoran melalui urine,
jadi mempercepat penyembuhan penyakit kencing manis, memperbaiki gangguan
saluran cerna, memperlancar buang air besar, mengatasi keputihan dan demam
setelah melahirkan.
4.
Kandungan Kimia
Di dalam tanaman iler (Coleus)
terkandung zat-zat yang berkaitan dengan kesehatan dan telah dibuktikan hanya
terdapat di dalam tanaman iler. Tanaman iler mengandung berbagai komposisi senyawa kimia
yang bermanfaat, antara lain: alkaloid, etil salisilat, mineral, metil eugenol,
eugenol, karvakrol, dan timol (Thomas, 1992: 40).
Daun iler mengandung
minyak atsiri, antara lain karvakrol yang bersifat anti biotik, eugenol
bersifat menghilangkan nyeri, etil salisilat menghambat iritasi. Hasil
penelitian Elly Masruroh (2005) menyatakan bahwa Tumbuhan iler (Coleous
scutellarioides (L.) Benth.) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan
sebagai obat tradisional. Hasil infus daun iler (Coleous scutellarioides (L.)
Benth.) dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
Hal ini disebabkan bagian tumbuhan tersebut mengandung tanin yang secara
farmakologi dapat bermanfaat sebagai antijamur.
B. Isolasi Senyawa Bahan Alam
Bahan
tanaman terutama biji dan daun banyak mengandung lemak dan lilin yang bersifat
sangat non polar dan dapat menimbulkan emulsi sehingga senyawa-senyawa tersebut
perlu dipisahkan dari bahan tanaman dengan cara perkolasi sebagai langkah awal.
Setelah lemak dipisahkan bahan tanaman kemudian dapat diekstrak dengan
menggunakan bahan pelarut air, etanol, methanol, campuran alkohol berair atau
dengan larutan alkohol berair yang diasamkan.
Secara
umum metode kromatografi menggunakan dua fasa, yaitu fasa tetap dan fasa
bergerak (mobile). Kromatografi dibedakan berdasarkan sifat fasa tetap baik
berupa zat padat atau zat cair. Empat macam metode kromatografi tersebut adalah
:
1.
Fasa bergerak zat cair, fasa tetap padat atau
kromatografi serapan. Yang termasuk metode ini adalah kromatografi lapis tipis
dan kromatografi penukar ion.
2.
Fasa bergerak gas, fasa tetap padat. Yang termasuk
metode ini adalah kromatografi gas padat.
3.
Fasa bergerak zat cair, fasa tetap zat cair atau
kromatografi partisi. Yang termasuk metode ini adalah kromatografi kertas.
4.
Fasa bergerak
gas, fasa tetap zat cair. Yang termasuk metode ini adalah kromatografi
kolom kapiler.
Pemisahan
terjadi karena komponen cuplikan bergerak dengan jarak yang berbeda disebabkan
oleh perbedaan kecepatan rambatan dari komponen yang dipisahkan. Kemudian
terjadi pemisahan komponen disebabkan karena adanya distribusi antara dua fasa
yaitu fasa gerak dan fasa tetap. Pemisahan kandungan tumbuhan dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu atau gabungan empat metode kromatografi, yaitu
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, dan
kromatografi zat cair.
1.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi
lapis tipis adalah metode kromatografi yang banyak digunakan untuk memisahkan
komponen secara tepat. Kromatografi ini menggunakan lempeng kaca sebagai fasa
diam yang dilapisi adsorben berupa serbuk halus dengan ketebalan 0,1 – 1,25 mm.
Yang
perlu diperhatikan dalam memilih adsorben adalah besar partikel dan
homogenitasnya. Besar partikel yang digunakan adalah 1 – 25 mikron. Partikel
dengan butiran sangat kasar tidak dapat memisahkan komponen dengan baik.
Adsorben yang dapat digunakan adalah Silika gel, Alumina atau Selulosa.
Pembuatan lapisan tipis dilakukan dengan jalan membentangkan adsorben yang
dipilih di atas lempeng kaca kemudian dikeringkan selama beberapa menit
selanjutnya diaktifkan dengan pemanasan pada suhu 100oC akan tetapi
sekarang lempeng kaca yang telah siap pakai banyak digunakan dengan ketebalan
dan jenis adsorben yang berbeda-beda.
Campuran
yang akan dipisahkan berupa larutan kemudian ditotolkan pada lempeng kaca
(pelat). Pelat atau lempeng kaca dimasukkan dalam bejana rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fasa gerak). Pemisahan akan terjadi selama
perambatan yang dipengaruhi gaya
kapiler.
Fasa
gerak adalah medium angkut yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut.
Pemilihan fasa gerak (pelarut pengembang), tergantung pada sifat kelarutan dan
kemampuan elusi pelarut tersebut. Pelarut pengembang akan bergerak dalam fasa
diam yaitu suatu lapisan bepori karena dipengaruhi gaya kapiler. Pelarut pengembang yang
digunakan merupakan campuran organik. Campuran pelarut tersebut dapat berupa
sistem pelarut multi komponen yaitu campuran sesederhana mungkin dan maksimum
terdiri atas tiga komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian
volume sehingga volume total 100. Pelarut pengembang dapat dikelompokkan
kedalam deret eluotropi berdasarkan elusinya dan ditunjukkan pada tabel 2.1.
Komponen
yang larut dalam pelarut akan terbawa oleh fasa gerak melewati adsorben dengan
kecepatan berbeda-beda untuk tiap komponen perbandingan kecepatan bergerak pada
permukaan adsorben dari komponen yang terbawa oleh pelarut, merupakan dasar
untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang akan dipisahkan. Perbandingan
kecepatan ini disingkat Rf (Retardation factor) yaitu jarak yang ditempuh oleh
komponen senyawa terlarut (terelusi) dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut
(pengelusi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu :
a.
Ukuran partikel
b.
Derajat keaktifan lapisan adsorben
c.
Kemurnian dan komposisi pelarut
d.
Kejenuhan ruang elusi
e.
Cara penotolan
f.
Ketebalan adsorben
g.
Temperatur
(Egon stahl, 1985).
2. Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gela penyaring di dalamnya.
Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk menahan
penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas.
Penyerap
yang sering digunakan adalah silica gel dan alumina. Untuk memperoleh daya pisah
yang baik dipakai petunjuk sebagai berikut :
Berat fase diam untuk silica gel adalah 40 kali
berat contoh sedangkan untuk alumina 70 kali berat contoh. Penyerap yang dibuat
bubur dengan suatu pelarut kemudian dituangkan secara perlahan- lahan ke dalam kolom
yang perlu dijaga agar selama pengisian pada tabung tidak ada bagian yang
kering. Untuk mendapatkan permukaan yang rata maka permukaan penyerap dalam
kolom dapat diberi kertas saring.
Larutan
cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan menggunakan pipet kecil yang ujungnya
ditempelkan pada dinding kolom dan terletak sedikit di atas dari permukaan
penyerap, selama zat cair lepas dari pipet, ujung pipet digerakkan berkeliling
dalam kolom dan jangan sampai ujungnya menyentuh penyerap. Bila semua cuplikan
telah diserap dalam kolom, maka bagian atasnya dapat diisi dengan pelarut dan
permukaan pelarut dapat menggunakan corong pisah. Elusi dengan larutan
pengembang sehingga komponen- komponen
yang dipisahkan mengalir turun dari kolom dengan kecepatan yang berbeda- beda
dan keluar bersama- sama dengan eluen yang ditampung dalam wadah (
Sastrohamidjojo, 1985 ).
C. Tinjauan Umum Alkaloid
1.
Uraian Umum Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang
terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloda berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan tersebar luar dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua jenis
alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat
basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan
biologis tertentu, ada yang sangat beracun tapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin, dan stiknin adalah alkaloida yang
terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan psikologis. Alkaloida dapat
ditemukan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloida umumnya
ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa
yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.
2.
Penamaan dan Sifat-sifat Fisika dan Kimia
1). Penamaan
Karena begitu banyak tipe alkaloid maka tidak mungkin
diadakan penyatuan penamaan. Bahkan dalam satu kelompok alkaloid, sering
terjadi tidak adanya sistem penamaan dan penomeran yang konsisten. Suatu
contoh, adalah alkaloid indol, dimana banyak terdapat kerangka yang berbeda.
Kebanyakan dalam bidang ini sistem penomeran yang digunakan didasarkan pada
biogenesis, namun sayang Chemical Abstract mempunyai sistem penomeran
yang sangat membingungkan untuk setiap kerangka individu.
Kharaktersistik yang lazim penamaan alkaloid adalah bahwa
nama berakhiran ”ina”. Disamping itu alkaloid, seperti bahan alam yang lain,
diberi nama yang dikenal ”trivial” (yaitu non-sistematik). Mereka mungkin
diturunkan dari nama genus (contoh atropin dari Atropa belladonna) ;
dari nama species (contoh, kokain dari Erythroxyloncoca) ; dari nama
yang lazim untuk obat-obatan/aktifitas fisiologik (contoh, emetin, emetat),
atau dari nama pakar kimia alkaloid yang terkenal/penemunya (contoh,
pelletierina).
2). Sifat-Sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang
memiliki lebih dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N.
Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya
bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus
fungsionalnya). Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal
tidak larut dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti;
nikotin dan koniin berupa cairan.
Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa
yang kompleks, species aromatik berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan
betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam
pelarut organik, meskipun beberapa pseudoalkalod dan protoalkaloid larut dalam
air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.
3). Sifat-Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung
pada adanya pasangan elektron pada nitrogen.Jika gugus fungsional yang
berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh; gugus
alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat
basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin
lebih basa daripada etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan
bersifat menarik elektron (contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan
elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral
atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.
Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah
mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen.
Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau
setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan
berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik
(tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering
mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada
dalam bentuk garamnya.
3.
Klasifikasi Alkaloid
Alkaloida tidak
memiliki tatanama sistematik, oleh karena itu, senyawa alkaloida dinyatakan dengan
nama trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloida. Pada bagian yang
memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok
senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi
yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai (a) Alkaloid sesungguhnya,
(b) Protoalkaloid, dan (c) Pseudoalkaloid. Meskipun terdapat beberapa
perkecualian.
(a)
Alkaloid Sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut
menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat
basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari
asam amino ; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam
aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik
dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.
(b)
Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana
nitrogen dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid
diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah
meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.
(c)
Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino.
Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas
ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein))
Berdasarkan atom nitrogennya,
alkaloid dibedakan atas:
a.
Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom
nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada golongan ini adalah
:
1.
Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu
cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang termasuk dalam kelas ini adalah
: Conium maculatum dari famili Apiaceae dan Nicotiana tabacum dari
famili Solanaceae.
2.
Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus
metilnya (N-CH3). Alkaloid ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk
yang ada pada otak maupun sun-sum tulang belakang. Yang termasuk dalam kelas
ini adalah Atropa belladona yang digunakan sebagai tetes mata untuk
melebarkan pupil mata, berasal dari famili Solanaceae, Hyoscyamus niger,
Dubuisia hopwoodii, Datura dan Brugmansia spp, Mandragora
officinarum, Alkaloid Kokain dari Erythroxylum coca (Famili
Erythroxylaceae)
3.
Alkaloid Quinolin
Mempunyai 2 cincin
karbon dengan 1 atom nitrogen. Yang termasuk disini adalah ; Cinchona
ledgeriana dari famili Rubiaceae, alkaloid quinin yang toxic terhadap Plasmodium
vivax
4.
Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin
karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada famili Fabaceae
termasuk Lupines (Lupinus spp), Spartium junceum, Cytisus
scoparius dan Sophora secondiflora
5.
Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin
karbon dengan 1 cincin indol . Ditemukan pada alkaloid ergine dan psilocybin,
alkaloid reserpin dari Rauvolfia serpentine, alkaloid vinblastin dan vinkristin
dari Catharanthus roseus famili Apocynaceae yang sangat efektif pada pengobatan
kemoterapy untuk penyakit Leukimia dan Hodgkin‟s.
6.
Alkaloid Imidazol
Berupa cincin
karbon mengandung 2 atom nitrogen. Alkaloid ini ditemukan pada famili Rutaceae.
Contohnya; Jaborandi paragua.
7.
Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin
karbon dengan 1 atom N, alkaloid ini ditemukan pada Lunpinus luteus (fam
: Leguminocaea).
8.
Alkaloid Steroid
Mengandung 2
cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang mengandung 4
cincin karbon. Banyak ditemukan pada famili Solanaceae, Zigadenus venenosus.
9.
Alkaloid Amina
Golongan ini tidak
mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan sederhana dari
feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino fenilalanin atau
tirosin, alkaloid ini ditemukan pada tumbuhan Ephedra sinica (fam
Gnetaceae)
10. Alkaloid
Purin
Mempunyai 2 cincin
karbon dengan 4 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada kopi (Coffea arabica)
famili Rubiaceae, dan Teh (Camellia sinensis) dari famili Theaceae, Ilex
paraguaricasis dari famili Aquifoliaceae, Paullunia cupana dari
famili Sapindaceae, Cola nitida dari famili Sterculiaceae dan Theobroma
cacao.
b. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang
heterosilik
Dimana, atom
nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah satu atom karbon
pada rantai samping.
1.
Alkaloid Efedrin (alkaloid amine)
Mengandung 1 atau
lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah satu atom karbon pada
rantai samping. Termasuk Mescalin dari Lophophora williamsii, Trichocereus
pachanoi, Sophora secundiflora, Agave americana, Agave atrovirens, Ephedra
sinica, Cholchicum autumnale.
2.
Alkaloid Capsaicin
Dari Chile
peppers, genus Capsicum. Yaitu ; Capsicum pubescens, Capsicum baccatum,
Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense.
D. Identifikasi
Alkaloid
Dua metode yang
paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid. Prosedur
Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang
direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan
80% etanol dan kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan
dalam air, disaring, diasamkan dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan
baik dengan pereaksi Mayer atau dengan Siklotungstat. Bila hasil tes positif,
maka konfirmasi tes dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam dibasakan,
alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini
menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman
mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk menentukan
adanya alkaloid quartener.
Prosedur
Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam alkaloid yang terdapat dalam
tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering
pertama-tama diubah menjadi basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang
diperoleh kemudian diekstrak dengan kloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid
diubah menjadi hidrokloridanya dengan cara menambahkan asam klorida 2 N.
Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap alkaloidnya dengan menambah
pereaksi mayer,Dragendorff atau Bauchardat. Perkiraan kandungan alkaloid yang
potensial dapat diperoleh dengan menggunakan larutan encer standar alkaloid
khusus seperti brusin.
Beberapa pereaksi
pengendapan digunakan untuk memisahlkan jenis alkaloid. Pereaksi sering
didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki
berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi mayer
mengandung kalium jodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung
bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat
mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi
asam silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida.
Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam
halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari
popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi wagner
atau dragendorff.
Kromatografi dengan
penyerap yang cocok merupakan metode yang lazim untuk memisahkan alkaloid murni
dan campuran yang kotor. Seperti halnya pemisahan dengan kolom terhadap bahan
alam selalu dipantau dengan kromatografi lapis tipis. Untuk mendeteksi alkaloid
secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum
adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk
senyawa alkaloid. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak
jenuh, terutama koumarin dan α-piron, dapat juga memberikan noda yang berwarna
jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain tetapi kurang digunakan
adalah asam fosfomolibdat, jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III) klorida.
Kebanyakan alkaloid
bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan kelompok alkaloid.
Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis
alkaloid khusus. Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang diasamkan)
memberikan warna yang sangat karakteristik biru atau abu-abu hijau dengan
alkaloid ergot. Perteaksi serium amonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau
fosfat) memberikan warna yang berbeda dengan berbagai alkaloid indol. Warna
tergantung pada kromofor ultraungu alkaloid.
Campuran
feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk mendeteksi alkloid Rauvolfia.
Alkaloid Cinchona memberikan warna jelas biru fluoresen pada sinar ultra
ungu (UV) setelah direaksikan dengan asam format dan fenilalkilamin dapat
terlihat dengan ninhidrin. Glikosida steroidal sering dideteksi dengan
penyemprotan vanilin-asam fosfat.
Pereaksi Oberlin-Zeisel,
larutan feri klorida 1-5% dalam asam klorida 0,5 N, sensitif terutama pada inti
tripolon alkaloid kolkisin dan sejumlah kecil 1 μg dapat terdeteksi.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Variabel Penelitian
Pada
penelitian ini proses isolasi sebagai variabel bebas, dan senyawa metabolit
sekunder sebagai variabel terikat.
B. Objek Penelitian
Objek
penelitian adalah daun iler (Coleus atropurpureus (L) Benth)
C. Desain Penelitian
X
Y
Dimana : X adalah senyawa metabolit sekunder
Y adalah proses
isolasi
D.
Defenisi
Operasional Variabel
1.
Isolasi adalah proses pengikatan suatu senyawa dari
bahan alam dengan menggunakan pelarut yang sesuai
2.
Senyawa metabolit sekunder adalah senyawa kimia yang
terdapat dalam tumbuhan hasil metabolisme sekunder
E.
Pengumpulan
Data dan Proaedur Penelitian
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari Seperangkat
alat Soxhletasi, seperangkat alat Refluks, seperangkat alat Kromatografi Kolom,
Seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis, seperangkat Corong buchner, Gelas
piala ( 250ml, 500ml, dan 1000ml ),
Erlenmeyer ( 250ml, 500ml ), Labu ukur (250ml, 500ml dan 1000ml ), batang
pengaduk, tabung reaksi, corong pisah, corong biasa, neraca analitik,
Eksikator, Termometer 360 0C, blender, pisau dan lain-lain.
2.
Bahan
Bahan-bahan yang
digunakan antara lain daun iler, beberapa pelarut organik seperti etanol,
kloroform, petroleum eter, etil asetat, asam tartat. Silika gel 60GF254,
silika gel G 60 (70-230 mesh), plat KLT,
Kertas saring, dan aquadest serta beberapa peraksi seperti Bismut nitrat,
merkuri klorida, asam sulfat, ammonium hidroksida
3. Prosedur Kerja
Isolasi alkaloid pada daun iler (Coleus atropurpureus
(L) Benth) dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut :
a.
Perlakuan awal
Daun iler segar yang telah diambil dari batangnya,
dipisahkan dari tanaman yang kurang baik, disortir, dipotong kecil-kecil
kemudian dibelender sampai halus dan dikeringkan tanpa terkena sinar matahari
secara langsung.
b.
Metode Ekstraksi
Daun iler yang telah halus ditimbang sebanyak 200,setelah
itu dimaserasi dengan petroleum eter 1 x 24 jam, kemudian residunya dimaserasi
dengan asam asetat 10 % dalam etanol 96% selama 3 x 24 jam dengan perbandingan
1 : 3. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan evaporator sampai kira-kira
tinggal seperempat dari volume awal. Ekstrak etanol pekat yang diperoleh
ditambahkan larutan ammonium hidroksida 10 % dengan cara meneteskan sedikit
demi sedikit, untuk mengendapkan alkaloid. Endapan yang diperoleh dicuci dengan
ammonium hidroksida 10 % dan direkristakisasi menggunakan kloroform.
a.
Identifikasi
1). Uji kelarutan
Ekstrak kering yang
diperoleh diuji sifat kelarutan dalam pelarut kloroform, etanol dan ammonium
hidroksida, positif alkaloid jika larut baik dalam etanol , larut dalam
kloroform setelah didiamkan beberapa saat dan tidak larut dalam ammonium
hidroksida.
2). Uji reaksi warna
Ekstrak kering yang telah dilarutkan, diuji dengan pereaksi
warna meyer dan positif alkaloid jika ditambahkan pereaksi meyer, berubah
menjadi warna kuning jika ditambahkan dengan pereaksi Dragendroff berubah
menjadi coklat.
3). Kromatografi lapis tipis
Plat kromatografi
lapis tipis yang dibuat dari aluminium berlapis silica gel F 254 ukuran 10 x
2,5 cm, ekstrak ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler, kemudian
dikeringkan. Setelah itu diolesi dalam bejana serba kaca . Larutan pengembang
yang digunakan adalah kloroform : etanol dengan perbandingan 2 : 30. Setelah
pengembang yang digunakan sampai pada batas yang ditentukan , plat kromatografi
diangkat dari bejana dan keringkan. Hasil kromatografi dapat diidentifikasi
berdasarkan asam sulfat yang ada setelah disemprot dengan pereaksi Dragondroff
kemudian asam sulfat dalam etanol 96% akan tampak warna orange atau coklat jika
ia mengandung alkaloid.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dkk,
1995. Obat Asli Indonesia Khusus
Dari Tumbuhan-Tumbuhan Yang Terdapat Di Indonesia. Dian Rakyat. Bandung.
Egon stahl.
1985. Analisis Obat Secara
Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : ITB Bandung.
Mahendra, Bruri. 2006. Atasi
Stroke Dengan Tanaman Obat. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Sastrohamidjojo,H.1985. Kromatografi. Yogyakarta
: Penerbit Liberty.
Sawal. 1997. Teknik
Kromatografi Yntuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta : Penerbit ANDI Yogyakarta.
Thomas, A. 1992. Tanaman
Obat Tradisional 2. Yogyakarta : Penerbit Kansius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar