PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bahan dasar plastik ternyata tidak saja
dimanfaatkan oleh manusia pada satu macam produk seperti kantung. Tetapi dapat
ditemukan juga pada produk, plastik bening (tembus pandang) kotak makanan,
sedotan dan styrofoam yang banyak kita jumpai dalam bentuk kotak makan berwarna
putih (Anonim, 2009)
Plastik dipakai
karena ringan, tidak mudah pecah, dan murah. Akan tetapi plastik juga beresiko
terhadap lingkungan dan kesehatan keluarga kita. Oleh karena itu kita harus
mengerti plastik-plastik yang aman untuk kita pakai (Anonim, 2009).
Sementara kekhawatiran penggunaan
kemasan styrofoam untuk pembungkus makanan dikarenakan residu monomer stiren
yang tidak ikut beraksi dapat terlepas ke dalam makanan yang berminyak,
berlemak atau mengandung alkohol, terlebih dalam keadaan panas (Neo Mujahid,
2009).
Kekhawatiran terhadap penggunaan produk
produk plastik yang berhubungan langsung dengan makanan manusia menjadi
beralasan untuk diperhatikan, mengingat bahaya kandungan zat kimia pada produk
plastik yang apabila terkonsumsi oleh tubuh bisa menyebabkan kanker (Anonim,
2008).
Selain berbahaya bagi makanan, penggunaan
produk plastik seperti tas kresek, sedotan bagi kehidupan manusia juga sangat
merugikan. Karena kandungan dari bahan plastik tidak mudah di urai oleh alam,
atau butuh waktu selama 1000 tahun bagi alam untuk bisa mengurainya. Sementara
bagi manusia, penggunaanya menuntut lebih banyak produksinya dibandingkan
pemusnahannya. Setelah habis pakai, dengan mudah kita bisa singkirkan dari
hadapan kita bersama dengan sampah organik lainnya dalam tong sampah (Sutrisno,
2006).
Plastik bisa menjadi bahan yang ramah bagi lingkungan jika digunakan dengan
tepat berdasarkan prinsip faktor-faktor yang telah ditetapkan sebelumnya. Tapi,
selain cara penggunaan dan durasi penggunaan, pemilihan plastik yang
tepat dan berkualitas juga tidak kalah pentingnya. Dengan memadukan cara
penggunaan dan pemilihan bahan yang tepat, plastik bisa menjadi bahan yang
ramah tanpa mengganggu kesehatan (Ikarowina Tarigan, 2009).
Mengingat resiko yang ditimbulkan
dari penggunaan bahan plastik sebagai kemasan, maka salah satu solusi yang
ditempuh adalah dengan mengetahui jenis-jenis plastik yang aman digunakan dan
dapat sesuai dengan kriteria atau standar kemasan plastik yang telah ditetapkan
oleh instansi pemerintah serta ramah bagi lingkungan.
Berdasarkan
hal di atas, tulisan ini dibuat untuk memaparkan mengenai penggunaan bahan
dasar plastik sebagai kemasan bahan makanan. Sehingga masyarakat dapat mengetahui bahan dasar dari plastik-plastik yang
aman untuk dipakai, dengan melihat simbol atau kode yang biasanya tertera di
bawah produk plastik wadah makanan atau minuman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1.
Dampak
dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan pada makanan?
2.
Bagaimana
kriteria kemasan plastik yang aman untuk digunakan ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan dampak dari penggunaan
bahan dasar plastik sebagai kemasan pada makanan.
2. Mendeskripsikan kriteria kemasan plastik
yang aman untuk digunakan.
D. Manfaat
1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan
mengenai dampak dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan makanan.
2. Sebagai bahan informasi tentang kriteria
kemasan plastik yang aman untuk digunakan.
E. Tinjauan Pustaka
Plastik
adalah salah satu bahan yang
dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas,
pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex
(pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Oleh karena
itu kita bisa hampir dipastikan pernah menggunakan dan memiliki barang-barang
yang mengandung Bisphenol-A. Salah satu barang yang memakai plastik dan
mengandung Bisphenol A adalah industri makanan dan minuman sebagai tempat
penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol air mineral, dan botol bayi.
walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan penyimpan makanan yang tidak
mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk dipakai makan. Satu tes membuktikan
95% orang pernah memakai barang mengandung Bisphenol-A (Anonim, 2009).
Hasil
penelitian program Toksiologi Nasional menemukan kemungkinan penggunaan BPA
yang berlebihan mempunyai efek samping bagi kesehatan. Menurut mereka,
pembatasan penggunaan BPA patut dilakukan karena dampaknya bisa memengaruhi
saraf dan perkembangan janin di dalam rahim. Kandungan BPA digunakan untuk
memproduksi plastik polycarbonate dan bahan kimia resin. Kandungan
tersebut mudah ditemukan pada kemasan plastik yang digunakan untuk makanan dan
minuman. Jika penggunaan terus berlangsung, dikhawatirkan akan memengaruhi
kesehatan. Bahkan, sejumlah bungkus pasta gigi juga diduga mengandung bahan
kimia tersebut. Masih dalam penelitian yang dilakukan program Toksiologi
Nasional, ternyata dampak penggunaan BPA juga berbahaya (Anonim, 2008).
Hasilnya, mampu
menyebabkan kematian janin, cacat bayi, berat badan turun, dan gangguan
perkembangan. Sementara itu, surat kabar The Globe and Mail Kanada
memberitakan Departemen Kesehatan Kanada akan mendeklarasikan bahaya penggunaan
BPA dan diatur sebagai peraturan. Aktivis lingkungan juga menyerukan hal yang
sama terkait masalah kesehatan dari penggunaan bahan kimia (Anonim, 2008).
Setiap perusahaan umumnya telah memiliki standar perlindungan konsumen
dengan mencantumkan jenis bahan plastik yang digunakan pada wadah makanan atau
minuman yang diproduksinya Standar ini telah dikembangkan oleh asosiasi
industri plastik di Amerika Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik.
Kode yang mengacu standar AS ini biasanya ada di bagian bawah wadah plastik
berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah
angka di dalamnya. Angka ini menunjukkan jenis plastik dan penggunaannya.Di
bawah panah yang membentuk segitiga itu, kadang dicantumkan inisial kandungan
kimianya. Biasanya symbol ini terdapat pada bagian bawah botol kemasan (Neo
Mujahid, 2009).
Kode 1 bertuliskan PET atau PETE
PET
atau PETE (Polyethylene terephthalate) sering digunakan sebagai botol minuman,
minyak goreng, kecap, sambal, obat, maupun kosmetik. Plastik jenis ini tidak
boleh digunakan berulang-ulang atau hanya sekali pakai. Habiskan segera isinya,
jika tutup wadah telah dibuka. Semakin lama wadah terbuka, maka kandungan kimia
yang terlarut semakin banyak.
Kode 2 Bertuliskan HDPE
HDPE
atau High Density Polyethylene banyak ditemukan sebagai kemasan makanan dan
obat yang tidak tembus pandang. Plastik jenis ini digunakan untuk botol
kosmetik, obat, minuman, tutup plastik, jeriken pelumas, dan cairan kimia.
Kode 3 Bertuliskan PVC
PVC
atau Polyvinyl Chloride (PVC) sering digunakan pada mainan anak, bahan
bangunan, dan kemasan untuk produk bukan makanan. PVC dianggap sebagai jenis
plastik yang paling berbahaya. Beberapa negara Eropa bahkan sudah melarang
penggunaan PVC untuk bahan mainan anak di bawah tiga tahun.
Kode 4 Bertuliskan LDPE
LDPE
atau Low Density Polyethylene (LDPE) sering digunakan untuk membungkus,
misalnya sayuran, daging beku, kantong/tas kresek.
Kode 5 Bertuliskan PP
PP
atau Polypropylene sering digunakan sebagai kemasan makanan, minuman, dan botol
bayi menggunakan plastik jenis ini.
Kode 6 Bertuliskan PS
PS
atau Polystyrene termasuk kemasan sekali pakai. Contohnya gelas dan pakai
makanan styrofoam, sendok, dan garpu plastik, yang biasa ada pada kotak
makanan. Kotak CD juga mengandung Polystyrene. Kandungan bahan kimia plastik
jenis ini berbahaya bagi kesehatan. Jika makanan berminyak dipanaskan dalam
wadah ini, styrene dari kemasan langsung berpindah ke makanan.
Kode 7 Bertuliskan PC
PC atau Polycarbonate digunakan untuk
botol galon air minum, botol susu bayi, melamin untuk gelas, piring, mangkuk
alat makanan. Salah satu bahan perlengkapan makanan dan minuman yang sering
digunakan adalah melamin yang tergolong jenis plastik termoset. Plastik jenis
ini tergolong dalam “food grade” dan dapat digunakan sampai 140º C (Sopyanhadi,
2008).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian meliputi pengumpulan data primer dan sekunder mengenai
kemasan berbahan dasar plastik.
PEMBAHASAN
Makanan yang dibuat dan diolah dengan cara
terbaik, bukan jaminan kalau makanan
tersebut sehat jika dimasukkan dalam wadah plastik yang tidak aman.
Plastik, bisa merusak makanan bahkan membuat makanan menjadi racun bagi
tubuh melalui proses migrasi berbagai komponen kimia dari kemasan plastik.
Masalah kesehatan, muncul saat terjadi
kontak langsung antara makanan dan kemasan plastik. Komponen kimia
plastik, seperti monomer yang terperangkap dan zat aditif lainnya seperti
plasticizer, pewarna, dan antioksidan bisa bermigrasi atau berpindah ke makanan (Anonim, 2009).
Monomer yang reaktif tersebut,ada
yang bersifat karsinogenik. Karena itu, monomer ini bisa bereaksi dan
berpindah ke dalam makanan yang disimpan. Demikian juga dengan zat aditif
lainnya. Semua kandungan kimia ini, akan terakumulasi di dalam tubuh seiring
dengan waktu. Pada akhirnya, tumpukan komponen beracun ini bisa menimbulkan
berbagai penyakit berbahaya termasuk kanker (Anonim, 2009).
Perpindahan komponen kimia ini, akan terjadi
saat kemasan plastik bersentuhan dengan makanan khususnya yang bersifat cair
atau semi padat. Makanan dalam kondisi ini,
lebih mudah terkontaminasi dengan komponen kimia plastik karena
kontaknya lebih banyak dan lebih dekat. Sedang makanan kering, hanya mengalami
sedikit kontak dengan kemasan. Dengan begitu, kemungkinan migrasinya juga jauh
lebih kecil (Anonim, 2009).
Plastik dan gabus sama-sama praktis
sebagai kemasan makanan. Tetapi keduanya juga mengandung zat-zat yang amat
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kanker salah satu ancamannya
(Sopyanhadi, 2008).
Tanpa
memikirkan atau sekedar mau tahu mengenai risikonya terhadap kesehatan, kemasan
makanan dari bahan plastik maupun styrofoam sudah pasti menjadi pilihan utama
karena praktis, ringan, dan bisa digunakan berulang kali. Tetapi pada kedua
jenis bahan ini justru ditemukan kandungan dioctyl phthalate (DOP) yang
menyimpan zat benzen, suatu larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem
percernaan. Benzen ini juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses (kotoran) atau
urine (air kencing). Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan
terbalut lemak. Inilah yang bisa memicu munculnya penyakit kanker (Ikarowina Tarigan, 2009).
Banyak kandungan berbahaya dari kantong
plastik (kresek) bisa mengontaminasi makanan. Bila terkena suhu tinggi, pigmen
warna kantong plastik akan bermigrasi ke makanan. Bila makanan yang baru
digoreng ditempatkan di kantong kresek, suhu minyak yang tinggi akan
menghasilkan kolesterol atau lemak jenuh yang tinggi pula. Belum lagi, kantong
kresek ini mengandung DOP serta logam berat Zn (seng) yang biasanya ditambahkan
pabrik plastik sebagai bahan stabilizer untuk plastik (Sopyanhadi,
2008).
DOP memang populer digunakan dalam proses
plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai 50-70% dari total produksi
plasticizer (senyawa aditif yang ditambahkan ke dalam polimer untuk menambah fleksibilitas
dan daya kerjanya) (Sopyanhadi, 2008).
Styrofoam yang masih tergolong keluarga
plastik ternyata juga memiliki bahaya yang sama. Sebagaimana plastik, styrofoam
bersifat reaktif terhadap suhu tinggi. Padahal salah satu kelebihan styrofoam
adalah kemampuannya menahan panas (Anonim, 2009).
Tidak hanya itu, styren, bahan dasar
styrofoam, bersifat larut lemak dan alkohol. Ini berarti, wadah dari jenis ini
tidak cocok untuk tempat susu yang mengandung lemak tinggi. Begitu pun dengan
kopi yang dicampur krim. Padahal, tidak sedikit restoran cepat saji yang
menyuguhkan kopi panasnya dalam wadah ini (Anonim, 2009).
Di dalam styrofoam dan plastik memang ada
ancaman bagi kesehatan akibat kemungkinan imigrasi komponen-komponen dari
plastik dan styrofoam ke barang yang kita konsumsi. Tetapi kemungkinan ini
tergantung dari jenis pangan, lama kontak, luas cakupan bahan (plastik/styrofoam)
dan sebagainya (Anonim, 2009).
Penelitian yang dalam dan menyeluruh
mengenai ancaman di balik kemasan dari bahan styrofoam dan plastik memang belum
dilakukan. Meski demikian, ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
memuat tentang kemasan sebenarnya sudah ada di Badan Standardisasi Nasional
(BSN). Contohnya saja, SNI tentang film PVC untuk kemasan kembang gula, SNI
tentang botol plastik wadah obat, makanan, dan kosmetika, SNI tentang etilen
vinil asetat untuk laminasi pangan dan SNI tentang botol gelas minuman
bertekanan dipakai ulang, dan tahun ini akan keluar SNI untuk melamin dan
polystyrene (Neo Mujahid, 2009).
Bahan kimia yang terkandung dalam plastik
itulah yang sangat membahayakan kesehatan bagi manusia. Salah satu bahan kimia
yang paling berbahaya adalah Bisphenol A (BPA). Bahan ini mampu merangsang
pertumbuhan sel kanker atau memperbesar risiko keguguran kandungan (Neo Mujahid, 2009).
Pilihan
lain yang relatif aman sebagai alat makanan dan minuman adalah gelas (kaca)
atau keramik. Kalau takut pecah, kita dapat menggunakan alat stainless steel.
Dengan menghemat pemakaian plastik, selain meminimalkan risiko gangguan
kesehatan, kita juga mengurangi limbah yang sulit terurai hingga 1.000 tahun (Ikarowina Tarigan, 2009).
Masyarakat harus mengetahui bahan dasar
dari plastik-plastik yang aman untuk dipakai, dengan melihat simbol atau kode
yang biasanya tertera di bawah produk plastik wadah makanan atau minuman.
Produk plastik yang dimaksud bukan hanya botol plastik air mineral yang banyak
beredar di pasaran, tetapi juga plastik wadah makan, penutup makanan, hingga botol
susu (Anonim, 2008).
Simbol atau kode itu dikeluarkan oleh The
Society of Plastic Industry sejak tahun 1988 di Amerika Serikat dan telah
diadopsi oleh lembaga-lembaga yang mengembangkan sistem kode, seperti ISO
(International Organization for Standardization) (Anonim, 2008).
Secara umum tanda tersebut berada di
dasar, berbentuk segi tiga, di dalam segitiga akan terdapat angka, serta nama
jenis plastik di bawah segitiga, dengan contoh dan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, PET atau Polyethylene Terephthalate.
Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang
dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET di bawah segitiga. Simbol
itu biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus pandang
seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman lainnya.
Mayoritas bahan plastik PET di dunia untuk serat sintetis (sekitar 60 persen),
dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester (bahan dasar botol
kemasan 30 persen). Botol Jenis PET/PETE ini direkomendasikan “hanya untuk
sekali pakai”. Alasannya, bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk
menyimpan air hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada
botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat
menyebabkan kanker (Sopyanhadi, 2008).
Kedua, HDPE atau High Density Polyethylene.
Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang
dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density polyethylene) di
bawah segitiga. HDPE biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, tupperware,
galon air minum, kursi lipat, dan lain-lain. HDPE merupakan salah satu bahan
plastik yang aman untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia
antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya.
HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya untuk
sekali pemakaian, karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat
seiring waktu (Sopyanhadi, 2008).
Ketiga, V atau Polyvinyl Chloride. Tertera
logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta
tulisan V yang berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang
paling sulit didaur ulang. Plastik itu bisa ditemukan pada plastik pembungkus
(cling wrap) dan botol-botol.
PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan
makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC, saat bersentuhan langsung
dengan makanan tersebut. Karena DEHA bisa lumer pada suhu 150 derajat celsius. Reaksi yang terjadi
antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya
untuk ginjal, hati dan berat badan. Sebaiknya kita mencari alternatif
pembungkus makanan lain yang tidak mengandung bahan pelembut seperti plastik
yang terbuat dari polietilena, seperti daun pisang yang lebih alami
(Sopyanhadi, 2008).
Keempat, LDPE atau Low Density Polyethylene.
Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE, yaitu
plastik tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari minyak bumi. Biasanya LDPE
dipergunakan untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol yang
lembek. Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 derajat celsius sangat
resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik,
akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Plastik ini
dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas
tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik terhadap reaksi kimia. Barang
berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan
karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan
ini (Sopyanhadi, 2008).
Kelima, PP atau Polypropylene. Tertera
logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP adalah pilihan
terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk produk yang berhubungan dengan
makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan
terpenting botol minum untuk bayi.
Karakteristik berupa botol transparan yang tidak
jernih atau berawan. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap
yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi
dan cukup mengkilap. Carilah dengan kode angka 5, bila membeli barang berbahan
plastik untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman
(Sopyanhadi, 2008).
Keenam, PS atau Polystyrene. Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di
tengahnya, serta tulisan PS. Polystyrene ditemukan pada tahun 1839 oleh Eduard
Simon, seorang apoteker dari Jerman secara tidak sengaja. PS biasa dipakai
sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain.
Bahan tersebut harus dihindari, karena selain
berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang
berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf. Bahan itu
juga sulit didaur ulang. Jika harus didaur ulang, PS memerlukan proses yang
sangat panjang dan lama. PS dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila
tidak tertera kode angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat
dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika
dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan
meninggalkan jelaga (Sopyanhadi, 2008).
Ketujuh, OTHER. Tertera logo daur ulang dengan
angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER yang merupakan gabungan dari SAN
(styrene acrylonitrile), ABS (acrylonitrile butadiene styrene) dan PC
(polycarbonate, Nylon). OTHER dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman
seperti botol minum olahraga, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga,
komputer, alat-alat elektronik, dan plastik kemasan. PC dapat ditemukan pada
botol susu bayi, gelas anak balita, botol minum polikarbonat, dan kaleng
kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. PC dapat
mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol A ke dalam makanan dan minuman yang
berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi
sperma, dan mengubah fungsi imunitas (Sopyanhadi, 2008).
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar penggunaan bahan dasar palstik untuk kemasan memiliki dampak
negatif bagi kehidupan manusia khususnya pada makanan. Selain itu, plastik juga berpotensi menjadi
masalah dalam pencemaran lingkungan karena kandungan dari bahan plastik tidak
mudah diurai oleh alam. Namun, ada beberapa kriteria plastik yang aman untuk
digunakan dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah
serta ramah pada lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kemasan Plastik Tidak Selalu Aman. 2
Desember 2009. http://www.antaranews.com.
Anonim. 2009. Peduli Bahaya Kresek. PT. Media Nusa
Prada. Jakarta.
Anonim. 2009. BPOM. Teliti Kantong Plastik Kresek. 2
Desember 2009. http://www.poskota.com.
Koswara Sutrisno. 2006. Bahaya di Balik Kemasan Plastik. 2
Desember 2009. http://ibook.com.
Mujahid Neo. 2009. Jenis-Jenis Plastik Menurut Kadar Kimia yang
Membahayakan Bagi Tubuh. 2 Desember 2009.
http;//aryafatta.wordpress.com.
Sopyanhadi. 2008. Kenali Logo Kemasan Plastik. 2 Desember
2009. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=205955.
Tarigan Ikarowana. 2009.
Cara Aman Pakai Plastik. 2 Desember
2009. http://indialist.com.
artikel yang menarik,, makasih...
BalasHapusi love you Mamuju
BalasHapusi love Frederik K.L.
BalasHapusthanks......slamat menambah ilmu baru ya..
BalasHapusThanks untuk artikelnya mas... Salam.
BalasHapushttp://www.greenpack.co.id/
ilmu baru tentang kemasan makanan (y)
BalasHapusPlastik adalah polimer rantai-panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau “monomer”. Plastik yang umum terdiri dari polimer karbon saja atau dengan oksigen, nitrogen, chlorine atau belerang di tulang belakang. (beberapa minat komersial juga berdasar silikon). Tulang-belakang adalah bagian dari rantai di jalur utama yang menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan. Untuk mengeset properti plastik grup molekuler berlainan “bergantung” dari tulang-belakang (biasanya “digantung” sebagai bagian dari monomer sebelum menyambungkan monomer bersama untuk membentuk rantai polimer). Jasa Penulis Artikel SEO pabrik penerima limbah plastik
BalasHapus