Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di
dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan
panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang
gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata
manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi elektromagnetik berkisar
antara 380-780 nanometer. Radiasi yang tersebar secara merata akan tampak
sebagai cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna – warna spektrum bias
dengan adanya penyaringan oleh prisma atau kisi – kisi pelontaran (difraction
grating) yang dipersepsikan sebagai sinar cosmik/foton (lembayung, indigo,
biru, hijau, kuning, jingga, merah).
Pada tahun 1876 Witt menyatakan
bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jenuh,
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat antara warna
dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari hidrokarbon tak
jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration,
levelling, wetting agent, dsb).
1. Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi Chromopores (Yunani
:chroma “warna”; phoros, “mengemban”) yaitu gugus tak jenuh
yang dapat menjalani transisi p ® p dan n ® p (teori
eksitasi transisi elektron). Khromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal
daari radikal kimia, seperti ; Kelompok nitroso : -NO, Kelompok nitro : -NO2,
Kelompok azo : -N=N, Kelompok ethyline : >C=C<, Kelompok carbonyl :
>C=O, Kelompok carbon – nitrogen : >C=NH dan –CH=N, Kelompok belerang :
>C=S dan ->C-S-S-C<. Macam – macam zat warna dapat diperoleh dari
penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh
kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang bergabung dengan senyawa
lain membentuk Hydrokarbon dimethyl fulvene.
2. Auxochrome, (Yunani ; auxanein,
“meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat menjalani transisi p ® p tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Auksokrom merupakan gugus yang
dapat meningkatkan daya kerja khromofor sehingga optimal dalam pengikatan.
Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, -NH Me, – N Me2
seperti -+NMe2Cl-, golongan anion yaitu SO3H-,
-OH, -COOH, seperti –O-; -SO3-, dsb. Auxochrome juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: -COOH atau
–SO3H. dapat juga berupa kelompok pembentuk garam: – NH2
atau –OH. Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua
struktur atau lebih.
Bahan pewarna
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang
memiliki afinitas kimia terhadap
benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air.
Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan
kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan
pewarna dan pigmen
terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan
dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki
afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi
menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih
dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna
yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang
rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya
akar-akaran, beri-berian, kulit kayu,
daun, dan kayu. Sebagian dari
pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
1.
Pewarna organik
Pewarna organik
pertama yang dibuat oleh manusia adalah mauveine. Pewarna sintetik
ini ditemukan oleh William Henry
Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik
berhasil disintesis. Pewarna sintetik secara cepat menggantikan peran dari
pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan karena biaya
produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, dan kemampuan
pewarnaan yang lebih baik. [1]
Pewarna sintetik diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaan di proses
pewarnaan. Secara umum, pewarna sintetik digolongkan sebagai pewarna asam, pewarna basa, pewarna direct, pewarna mordant, pewarna vat, pewarna reaktif, pewarna disperse, pewarna azo, dan pewarna sulfur. Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan
derivatifnya (benzene, toluene, xilena, naftalena, antrasena, dsb.), Fenol dan
derivatifnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen
(piridina, kinolina, korbazolum, dsb).
2.
Pewarna
makanan
Jenis
lain
penggunaan bahan pewarna adalah sebagai bahan pewarna makanan.
Pewarna makanan digolongkan sebagai aditif
makanan sehingga diproduksi dengan standar tinggi-tidak seperti pewarna
untuk industri. Pewarna makanan dapat berupa pewarna jenis direct, mordant
dan vat, dan penggunaannya secara ketat dikontrol hukum. Pewarna
makanan dapat juga berasal dari alam.
3.
Bahan pewarna penting lainnya
Selain
penggolongan yang disebutkan di atas, terdapat pula penggolongan bahan pewarna
sebagai berikut:
·
Oksidasi basa, terutama untuk rambut
dan bulu
·
Pewarna kulit, untuk bahan kulit
·
Pencerah floresens, untuk serat
tekstil dan kertas
·
Pewarna solven, untuk kayu, solven
tinta
·
Pewarna karbin, metode pewarnaan
yang baru dikembangkan untuk mewarnai berbagai jenis substrat.
4.
Klasifikasi secara kimia
Berdasarkan
kromofornya,
pewarna dibagi menjadi:
- Kategori:pewarna akridin, senyawa turunan akridin
- Kategori:pewarna antrakuinon, senyawa turunan antrakuinon
- Pewarna arylmetan
o
Kategori:pewarna
diarilmetan, berdasarkan difenil metan
o
Kategori:pewarna
triarilmetan, senyawa turunan trifenil metan
- Kategori:pewarna azo, berdasarkan struktur -N=N- azo
- Pewarna sianin, senyawa turunan ptalosianin
- Pewarna Diazonium, berdasarkan garam diazonium
- Pewarna nitro, berdasarkan gugus fungsional nitro -NO2
- Pewarna nitroso, berdasarkan gugus fungsional nitroso -N=O
- Pewarna ptalosianin, senyawa turunan ptalosianin
- Pewarna kuinon-imin, senyawa turunan kuinon
§
Kategori:pewarna
safranin, senyawa turunan safranin
o
Indamin
o
Kategori:pewarna
indofenol, senyawa turunan indofenol
o
Kategori:pewarna
oksazin, senyawa turunan oksazin
o
Pewarna Oksazon, senyawa turunan oksazon
o
Kategori:pewarna
tiazin, senyawa turunan tiazin
- Kategori:pewarna tiazol, senyawa turunan tiazol
- Pewarna Xantene, senyawa turunan xantene
o
Pewarna fluorin, senyawa turunan fluorin
§
Pewarna pironin
o
Kategori:pewarna
fluoron, berdasarkan fluoron
§
Kategori:pewarna
rodamin, senyawa turunan rodamin
Berdasarkan cara
diperolehnya:
- Zat warna alam
Zat warna yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, misalnya; Nila (indigo):
warna biru, kulit batang jeruk: warna kuning, ketapang: warna coklat kehitaman,
dan sebagainya. Zat warna dari binatang, misalnya; lendir kerang: warna merah, caro : merah tua, dan sebagainya. Zat warna dari mineral,
misalnya; Fe: warna coklat, Mn: warna merah, Cr: warna hitam, dan sebagainya.
- Zat warna buatan
Suatu zat warna yang dibuat oleh manusia, baik semi sintetik maupun full
sintetik, misalnya zat warna asam, basa, direct, naftol, dan sebagainya.
Selain zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu
zat warna alam dan sintetik, Van Croft membaginya berdasarkan pemakainnya,
misalnya :
· Zat warna subtantif yaitu Warna yang langsung dapat
mewarnai serat.
· Zat warna reaktif yaitu warna yang memerlukan obat bantu pokok supaya
dapat mewarnai serat.
Hennek membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang
ditimbulkannya yaitu :
· Zat warna monogenetik, apabila memberikan hanya saru warna.
· Zat warna Poligenetik, apabila memberikan beberapa jenis warna.
Tetapi penggolongan yang umum adalah berdasarkan konstitusinya yaitu “Color Index” volume 3, atau berdasarkan
bentuk kimia zat warna. Penggolongan lain yang penting pula terutama bagi
pencelupan adalah pembagian menurut cara pemakaiannya.
- Zat warna juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam.
Zat warna yang diperoleh dari
senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigment
(tahun 1935 mulai dikenal pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa contoh
warna pigment yang berasal dari senyawa anorganik dan mineral alam adalah
sebagai berikut : Warna putih : Titanium dioksida, Seng oksida, Seng sulfit,
Timbal sulfide. Warna merah : Besi oksida, Kadmium merah, Timbal merah, Toners
& lak. Warna hitam : Graphite, Carbon black, Lengas lampu, Magnetite black.
Warna biru : Ultramine, Cobalt biru, Besi biru, Tembaga Pthalocyanine. Warna
kuning : Seng kromat, Ferit kuning, Kadmium liyhopone, Ocher. Warna metalik :
Aluminium, Debu seng, Serbuk Tembaga. Sedangkan pigmen dari senyawa organik
misalnya ftalosianina, monoazo, diazo, antrakuinon, tioindigo, dan sebagainya.
Salah satu penggunaan pewarna
sintetis
Azo sebenarnya mengacu pada
senyawa kimia yang menanggung kelompok fungsi RN = N-R ', di mana N adalah
Nitrogen; R dan R' bisa berupa aril atau alkil. N = N grup adalah grup Azo.
Di bawah kondisi reduktif,
dapat membentuk kelompok azo amina aromatik.
Mengapa Azo beracun ?
Pewarna azo biasanya
digunakan sebagai pewarna jelas agen, terutama merah, jeruk, dan kuning. Karena
potensi pelepasan amina aromatik, seperti pewarna dan pigmen yang mutagenik,
karsinogenik dan kadang-kadang alergi. Azo dyes juga tidak biodegradable dan
sulit untuk menghapus dari ekosistem.
Produk yang mungkin mengandung pewarna azo
Semua jenis kulit tekstil
dan barang-barang termasuk pakaian,
handuk, wig, sepatu, topi, popok, sarung tangan, tas tangan, tempat tidur, dll
Directive Uni Eropa
benar-benar meliputi semua barang-barang konsumen dicelup yang sering
bersentuhan dengan kulit, termasuk pakaian dan mainan.
Penggunaan Zat pewarna pada industri
Zat
kimia toksik dipakai dalam pembuatan serat sintetis. Bahaya keracunan juga
dapat muncul saat pewarnaan dan penyelesaian akhir dalam industri tekstil.
Dalam pewarnaan dan pencetakan motif, pekerja seringkali terpapar pada zat yang
dipakai untuk pewarnaan misalnya berbagai jenis asam seperti asam formik,
sulforik, dan asam asetat, pencerah yang mengandung flor, solven organik, dan
zat pengawet. Paparan terhadap agen anti-kusut, anti-api, dan sejumlah solven
toksik yang digunakan untuk degreasing
dan pencetakan motif harus dihadapi oleh pekerja bagian penyelesaian akhir.
Oleh karena itu, seseorang harus berhati-hati dalam menggunakan zat ini untuk
mencegah kontak langsung zat dengan kulit dan tindakan yang tepat harus
dilakukan untuk memastikan agar materi tersebut tidak terlepas ke udara.
Penyakit kulit seperti dematitis umumnya ditemukan pada pekerja dibagian
pemutihan, pewarnaan, dan finishing.
Beberapa zat pewarna dapat menyebabkan kanker kandung kemih. Ekzema krom atau
keracunan krom merupakan hazard yang muncul akibat penggunaan kalium atau natrium bikromat dalam industri tekstil.
Efek pada
kesehatan kerja meliputi bissimosis, bronkhitis kronis, kanker kandung kemih,
serta kanker rongga hidung di antara
para penenun dalam pabrik tekstil. Efek tersebut dirangkum dalam tabel berikut.
Berdasarkann evaluasi menyeluruh, The
International For Research On Cancer menyimpulkan bahwa pekerja di pabrik
pembuat tekstil menimbulkan paparan yang “kemungkinan
karsonogenik bagi manusia”.
Berbagai
jenis zat yang ada dalam pabrik tekstil dimana pekerjanya terpapar pada zat
tersebut disajikan. Paparan itu dapat terjadi secara bersamaan dengan hazard
fisik, misalnya kebisingan, getaran, dan panas. Hanya sedikit data yang ada
tentang zat kimia yang digunakan. Tingkat paparan dan zat kimia yang digunakan
mungkin berlainan dari satu negara dengan negara lain.
Umumnya
seringdilakukan pembuangan udara berdebu yang dikeluarkan dari pabrik tekstil
ke atmosfer. Pada pabrik tekstil, resirkulasi dan filtrasi sekarang digunakan
tapi tindakan ini mungkin tidak ada di beberapa negara. Emisi organik berbahaya
(dari minyak yang ditambahkan selama proses peneringan dan dari pelarutnya)
sangat tidak terkontrol dan digunakan dalam pembuatan tekstur, pengaturan
panas, finishing, perwarnaan dan tindakan printing.
Industri pembuatan kain batik, baik
skala kecil maupun menengah, dihimbau untuk menggunakan pewarna alami daripada
pewarna tekstil sintetis. Limbah hasil pencelupan batik dengan pewarna alami
dinilai lebih aman dan tidak menimbulkan dampak pencemaran lingkungan.
“Karena berasal dari alam, dengan
sendirinya zat-zat yang terkandung dalam pewarna alami dapat mudah terurai.
Berbeda dengan pewarna tekstil sintetis yang sulit terurai di alam,” ujar
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) DIY, Harnowati,
Senin (31/3).
Limbah dengan pewarna tekstil sintetis
akan mencemari sumber-sumber air warga, baik yang dibuang ke sungai, atau yang
dibuang ke tanah karena akan mudah masuk ke sumur. Dampak pencemaran baru
terasa setelah beberapa puluh tahun kemudian, terutama bagi kesehatan warga,
yakni ancaman kanker atau gangguan pencernaan akibat akumulasi zat-zat
berbahaya yang masuk ke dalam tubuh melalui air minum.
Menurut pantauan Bapedalda DIY,
tingkat pencemaran air sungai maupun air bawah tanah oleh limbah hasil
pencelupan batik masih dalam ambang toleransi. Akan tetapi, pencemaran ini
harus diantisipasi sejak awal agar tidak sampai ke tahap mengkhawatirkan
seperti yang terjadi di beberapa sentra batik di Jawa Tengah, seperti Solo dan
Pekalongan.
Pihak
Bapedalda DIY sendiri sudah menyampaikan
himbauan ini dalam setiap kegiatan bimbingan teknis atau pelatihan penerapan
teknologi ramah lingkungan bagi pembuat batik sejak lama. Hasilnya, menurut
Harnowati, cukup baik. Sudah banyak industri batik yang beralih ke perwarna
alami.
Hal ini
juga diakui Widodo, pembuat pasta warna batik alami asal Desa Banaran, Galur,
Kulon Progo. Menurutnya, permintaan pewarna batik alami dari desainer maupun
toko-toko batik di Yogyakarta terus mengalir. “Jenis warna yang paling banyak
diminati saat ini adalah biru. Oleh karena itu, kami menyediakan pasta warna
biru yang berasal dari olahan daun indigo,” tutur Widodo.
Selain
warna biru, terdapat pula pasta dengan warna-warna lain seperti coklat dari
hasil rendaman kayu mahoni, coklat kemerahan dari buah enau, atau hijau dan
kuning yang berasal dari rendaman aneka dedaunan. Hanya saja, diakui Widodo,
jumlah produksi pasta warna alami masih terbatas, karena tidak dibuat secara
massal.
Ia
melanjutkan, jumlah tenaga pembuat pasta warna alami masih kurang. Ini
dikarenakan belum ada regenerasi pembuat pasta di kalangan remaja. Selain itu,
kesadaran generasi muda untuk melestarikan pewarna alami juga rendah.
Dengan
pesatnya perkembangan industri di Indonesia, akan mengakibatkan timbulnya
masalah pencemaran yang semakin serius. Pencemaran tersebut tidak hanya merusak
lingkungan, tetapi dapat berakibat fatal bagi mahluk hidup terutama pada
manusia. Senyawa azo, adalah zat warna yang digunakan untuk pewarna tekstil
yang dapat mencemari perairan. Zat warna dari limbah tekstil bila dibuang ke
perairan dapat menutupi permukaan badan air sehingga menghalangi sinar matahari
untuk masuk ke dalam perairan. Berkurangnya sinar matahari yang masuk ke
perairan menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis oleh tumbuhan yang ada
diperairan. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen di dalam air menurun dan
pada akhirnya menyebabkan kematian mahluk hidup yang ada di perairan tersebut.
Selain itu, badan air yang tercemar oleh limbah tekstil juga sangat berbahaya
bila digunakan oleh manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan
beberapa senyawa kimia dan limbah tekstil mempunyai sifat yang toksik bagi
mahluk hidup yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker dan tidak
berfungsinya organ-organ tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian.
Di
samping mempunyai sifat yang berbahaya bagi mahluk hidup terutama bagi manusia,
pencemaran limbah tekstil juga dapat mengurangi nilai estetika badan air, badan
air (sungai atau danau) menjadi tidak nyaman untuk dipandang karena aimya
berwarna bahkan mungkin berwarna gelap atau hitam pekat. Nilai estetika suatu
badan air juga menurun dengan timbulnya bau yang tidak sedap seperti bau
amoniak dan asam sulfida hasil penguraian limbah oleh bakteri secara anaerob
karena badan air mempunyai kandungan oksigen yang sangat minim. Penurunan atau
hilangnya nilai estetika suatu badan air akan menurunkan nilai ekonomis badan
air, dan tentunya akan merugikan bagi masyarakat yang tinggal disekitar badan
air tersebut.
Senyawa-senyawa
kimia yang umumnya ada di dalam air limbah industri tekstil adalah senyawa
organik. Senyawa organik ini umumnya adalah senyawa azo yaitu zat warna yang
digunakan pada pencelupan dan pewarnaan tekstil. Kadar senyawa organik yang ada
dalam suatu perairan dapat diukur dengan parameter Chemical Oxygen Demand (COD)
atau dengan parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD). Sedangkan untuk melihat
kepekatan wama maka dapat dilakukan pengukuran intensitas warna.
Fakta
daerah-daerah yang tercemar
Pewarna
tekstil
Limbah terlihat di sekitar Dusun
Bacem, Desa Langenharjo, Kecematan Seregan, Surakarta, hingga hilir. Limbah
bahan pewarna tekstil mulai mencamari sungai di sekitar Dusun Bacem. Industri peternakan juga
membuang limbah ke sungai secara mencolok.
Selama perjalanan, kali pertama
yang airnya tampak berwarna cokelat kehitaman dan bermuara ke Be gawan Solo
adalah Kali Premulung (dikenal juga sebagai Kali Wingko). Limbah itu berasal
dari industry rumah tangga pengecatan batik di Laweyan., Surakarta. Selain
mencemari kali, limbah itu juga mencemari udara karena menebarkan bau tak
sedap.
Kali Pepe yang bermuara lebih ke hilir
Bengawa Solo, tepatnya di Kampung Sewu, Kelurahan Sewu, Kecematan Jabres,
Surakarta, mengalirkan air berwarna ungu. Sugino (59), warga setempat,
menjelaskan, limbah itu berasal, dari industry pengecatan dan pencetakan batik
di Pasar Kliwon, Semanggi, Surakarta. Pemandangan serupa terlihat di beberapa
kali setelahnya yang bermuara ke Bengawan Solo.
Hli lingkungan dari Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Sulastoro, yang turut serta dalam ekspedisi, menjelaskan,
limbah industri batik pada umumnya mengandung zat beracun, seperti Na, Cd, dan
Cr.
Sejumlah tempat di sisi bengawan
Solo sejak Surakarta hingga kabupaten Karanganyar, tim juga menyaksikan banyak
ikan sapu-sapu (suckhermouth) yang mati. Ikan jenis itu biasanya bertahan pada
air keruh dan kotor. Sebaliknya, ikan nila dan bader yang banyak ditangkali
masyarakat di bagiab hulu tidak lagi ditemukan. Sulastoro menjelaskan,
kemungkinan besar kepekatan limbah sudah melampaui batas toleransi dan daya tahan ikan sapu-sapu.
Sugeng, warga desa Jatran,
Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, mengatakan, di aliran Bengawan Solo di
dekat pemukiman tidak ada ikan selain ikan sapu-sapu. Sepengetahuannya, hal itu
sudah berlangsung serlama dua tahun terakhir. Dalam sehari, ketika air surut,
Sugeng dapat menangkap 10-20 ikan sapu-sapu.
Logam
berat
Seperti Sulastoro, pengajar
Fakultas MIPA UNS, Retno Rosariastuti, juga mengatakkan, banyaknya populasi
ikan sapu-sapu serta tiadanya ikan jenis lain menunjukkan penurunan kualitas
air sungai. “Ikan menunjukkan kualitas air sungai Bengawan Solo sekitar
Sukoharjo, Surakarta, dan Sragen sudah tercemas berat,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian pada akhir
tahun 2006, lanjut Retno, air sungai bengawan Solo di sekitar Sukoharjo hingga
Sragen sudah tercemar logam berat yang melawati ambang batas, seperti Chrom dan
cadmium. Perjalanan tim ekspedisi berakhir di Dusun Nglombo, desa katelan,
Kecamatan Tangen, Sragen.
Dampak Pencemaran Terhadap Lingkungan
Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata kehidupan, pertumbuhan
flora dan fauna yang berada dalam jangkauan pencemaran. Gejala pencemaran dapat
terlihat pada jangka waktu singkat maupun panjang, yaitu pada tingkah laku dan
pertumbuhan. Pencemaran dalam waktu relatif singkat, terjadi seminggu sampai
dengan setahun sedangkan pencemaran dalam jangka panjang terjadi setelah masa
20 tahun atau lebih.
Gejala
pencemaran yang terjadi dalam waktu singkat dapat diatasi dengan melihat sumber
pencemaran lalu mengendalikannya. Tanda-tanda pencemaran ini gampang terlihat
pada komponen lingkungan yang terkena pencemaran. Berbeda halnya dengan
pencemaran yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Bahan pencemar sedikit demi sedikit berakumulasi.
Dampak
pencemaran semula tidak begitu kelihatan. Namun setelah menjalani waktu yang
relatif panjang dampak pencemaran kelihatan nyata dengan berbagai akibat yang
ditimbulkan. Unsur-unsur lingkungan,mengalami perubahan kehidupan habitat.
Tanaman yang semula hidup cukup subur menjadi gersang dan digantikan dengan
tanaman lain. Jenis binatang tertentu yang semula berkembang secara wajar
beberapa tahun kemudian menjadi langka, karena mati atau mencari tempat lain.
Kondisi
kesehatan manusia juga menunjukkan perubahan; misalnya, timbul penyakit baru
yang sebelumnya tidak ada.Kondisi air, mikroorganisme, unsur hara dan nilai
estetika mengalami perubahan yang cukup menyedihkan.
Bahan
pencemar yang terdapat dalam limbah industri ternyata telah memberikan dampak
serius mengancam satu atau lebih unsur lingkungan: Jangkauan pencemar dalam
jangka pendek maupun panjang tergantung pada sifat limbah,jenis, volume limbah,
frekuensinya dan lamanya limbah berperan.
Eutrofikasi adalah
masalah lingkungan hidup yang mengakibatkan kerusakan ekosistem perairan
khususnya di air tawar. Hal tersebut disebabkan oleh limbah fosfat (PO3-),
dimana fosfat tersebut dihasilkan oleh limbah rumah tangga seperti detergen,
selain itu limbah tersebut juga dapat dihasilkan dari limbah peternakan, limbah
industri, dan berasal dari pertanian.
Pada dasarnya Eutrofikasi adalah pencemaran terhadap
air yang terjadi dikarenakan terakumulasinya nutrient yang berlebihan didalam
ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP)
dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. eutrofikasi merupakan sebuah proses
alamiah di mana perairan yang terkena dampaknya mengalami penuaan secara
bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses
ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh
manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat
menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka
tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau
di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena alga bloom.
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan
air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming)
akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal
ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap,
dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang
bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat
berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat
menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol,
menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa
tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem
air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan.
Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika,
rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang
tidak sedikit untuk mengatasinya. Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade
awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung
dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur
kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.
Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para
peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di
antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di
dalam proses eutrofikasi. Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan
pada tahun 1968 terhadap Lake Erie (ELA Lake 226) di
Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami
fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau
lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat) di samping karbon
dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom. Menyadari bahwa senyawa
fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para
saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat
terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara
penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti
detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang
keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan
lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan
fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan
yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah
tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi
bagian dari program tersebut.
Penanganan
eutrofikasi : Eutrofikasi merupakan contoh
kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas
sektoral. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan
hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan
yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur
fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat,
urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah
lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air.
Lalu apa solusi yang mungkin
diambil? Menurut Forsberg, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat
untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena apa? Karena
sejalan dengan populasi warga Bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat
pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang
disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk
detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman
diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut
pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan,
serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih
banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk
tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.
Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki
kesadaran lingkungan (green consumers) hanya membeli produk kebutuhan rumah
sehari-hari yang mencantumkan label phosphate free atau environmentally
friendly.
Negara-negara maju telah
menjadikan problem eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus
ditangani secara serius.
Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang disebut The National
Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk mengoordinasi,
mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah ini. AS memiliki
organisasi seperti North American Lake Management Society yang menaruh
perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains, manajemen,
edukasi, dan advokasi.
Selain itu, mereka masih mempunyai American Society of
Limnology and Oceanography yang menaruh bidang kajian pada aquatic sciences
dengan tujuan menerapkan hasil pengetahuan di bidang ini untuk mengidentifikasi
dan mencari solusi permasalahan yang diakibatkan oleh hubungan antara manusia
dengan lingkungan.
Negara-negara di kawasan Eropa juga memiliki komite
khusus dengan nama Scientific Committee on Phosphates in Europe yang
memberlakukan The Urban Waste Water Treatment Directive 91/271 yang berfungsi
untuk menangani problem fosfat dari limbah cair dan cara penanggulangannya.
Mereka juga memiliki jurnal ilmiah European Water Pollution Control, di samping
Environmental Protection Agency (EPA) yang memberlakukan peraturan dan
pengawasan ketat terhadap pencemaran lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2010. www/dampakpencemaranterhadaplingkunganchem-is-try.orgsituskimiaindonesia.htm.
Diakses pada tanggal 16 maret 2010.
Anonim. 2008. www/pewarna/batik.sebaiknya.gunakan.pewarna.alami.htm.
Diakses pada tanggal 16 maret
2010.
Anonim.2006..www/pewarna/free-azo-dye-mengapa-pewarna-azo-berbahaya-iid-73167119.htm.
diakses pada tanggal 16 maret 2010
Anonim. 2010. www/pewarna/viewkoleksi.jsp.htm. Diakses pada tanggal 2010.
Ester, Monika. 2006. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia
dan lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Laporan jurnalis kompas. 2008. Ekspedisi Bengawan Solo. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Pararaja, Arifin. 2008. www.mengenalkimiazatwarna(colorant)smknegeri3kimia
madiun.htm. Diakses pada tanggal 16 maret 2010.
maav,,,
BalasHapusmau tanya ada yang tenttang bahaya pewarna makanan ponceau 4R g ya ,,,,?
mhon bantuannnya ..
terimakasi ^_^
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
BalasHapusTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Disinfectant
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium