Senin, 23 Januari 2012

DAMPAK PENGGUNAAN BAHAN PLASTIK SEBAGAI KEMASAN MAKANAN







PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Bahan dasar plastik ternyata tidak saja dimanfaatkan oleh manusia pada satu macam produk seperti kantung. Tetapi dapat ditemukan juga pada produk, plastik bening (tembus pandang) kotak makanan, sedotan dan styrofoam yang banyak kita jumpai dalam bentuk kotak makan berwarna putih (Anonim, 2009)
Plastik dipakai karena ringan, tidak mudah pecah, dan murah. Akan tetapi plastik juga beresiko terhadap lingkungan dan kesehatan keluarga kita. Oleh karena itu kita harus mengerti plastik-plastik yang aman untuk kita pakai (Anonim, 2009).
            Sementara kekhawatiran penggunaan kemasan styrofoam untuk pembungkus makanan dikarenakan residu monomer stiren yang tidak ikut beraksi dapat terlepas ke dalam makanan yang berminyak, berlemak atau mengandung alkohol, terlebih dalam keadaan panas (Neo Mujahid, 2009).
Kekhawatiran terhadap penggunaan produk produk plastik yang berhubungan langsung dengan makanan manusia menjadi beralasan untuk diperhatikan, mengingat bahaya kandungan zat kimia pada produk plastik yang apabila terkonsumsi oleh tubuh bisa menyebabkan kanker (Anonim, 2008).
            Selain berbahaya bagi makanan, penggunaan produk plastik seperti tas kresek, sedotan bagi kehidupan manusia juga sangat merugikan. Karena kandungan dari bahan plastik tidak mudah di urai oleh alam, atau butuh waktu selama 1000 tahun bagi alam untuk bisa mengurainya. Sementara bagi manusia, penggunaanya menuntut lebih banyak produksinya dibandingkan pemusnahannya. Setelah habis pakai, dengan mudah kita bisa singkirkan dari hadapan kita bersama dengan sampah organik lainnya dalam tong sampah (Sutrisno, 2006).
            Plastik bisa menjadi bahan yang ramah bagi lingkungan jika digunakan dengan tepat berdasarkan prinsip faktor-faktor yang telah ditetapkan sebelumnya. Tapi, selain cara penggunaan  dan durasi penggunaan, pemilihan plastik yang tepat dan berkualitas juga tidak kalah pentingnya. Dengan memadukan cara penggunaan dan pemilihan bahan yang tepat, plastik bisa menjadi bahan yang ramah tanpa mengganggu kesehatan (Ikarowina Tarigan, 2009).
Mengingat resiko yang ditimbulkan dari penggunaan bahan plastik sebagai kemasan, maka salah satu solusi yang ditempuh adalah dengan mengetahui jenis-jenis plastik yang aman digunakan dan dapat sesuai dengan kriteria atau standar kemasan plastik yang telah ditetapkan oleh instansi pemerintah serta ramah bagi lingkungan.
            Berdasarkan hal di atas, tulisan ini dibuat untuk memaparkan mengenai penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan bahan makanan. Sehingga masyarakat dapat mengetahui bahan dasar dari plastik-plastik yang aman untuk dipakai, dengan melihat simbol atau kode yang biasanya tertera di bawah produk plastik wadah makanan atau minuman.

B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Dampak dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan pada makanan?
2.      Bagaimana kriteria kemasan plastik yang aman untuk digunakan  ?
C. Tujuan
1.      Mendeskripsikan dampak dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan pada makanan.
2.      Mendeskripsikan kriteria kemasan plastik yang aman untuk digunakan.
D. Manfaat
1.      Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan mengenai dampak dari penggunaan bahan dasar plastik sebagai kemasan makanan.
2.      Sebagai bahan informasi tentang kriteria kemasan plastik yang aman untuk digunakan.
E. Tinjauan Pustaka
            Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Oleh karena itu kita bisa hampir dipastikan pernah menggunakan dan memiliki barang-barang yang mengandung Bisphenol-A. Salah satu barang yang memakai plastik dan mengandung Bisphenol A adalah industri makanan dan minuman sebagai tempat penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol air mineral, dan botol bayi. walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan penyimpan makanan yang tidak mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk dipakai makan. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai barang mengandung Bisphenol-A (Anonim, 2009).
            Hasil penelitian program Toksiologi Nasional menemukan kemungkinan penggunaan BPA yang berlebihan mempunyai efek samping bagi kesehatan. Menurut mereka, pembatasan penggunaan BPA patut dilakukan karena dampaknya bisa memengaruhi saraf dan perkembangan janin di dalam rahim. Kandungan BPA digunakan untuk memproduksi plastik polycarbonate dan bahan kimia resin. Kandungan tersebut mudah ditemukan pada kemasan plastik yang digunakan untuk makanan dan minuman. Jika penggunaan terus berlangsung, dikhawatirkan akan memengaruhi kesehatan. Bahkan, sejumlah bungkus pasta gigi juga diduga mengandung bahan kimia tersebut. Masih dalam penelitian yang dilakukan program Toksiologi Nasional, ternyata dampak penggunaan BPA juga berbahaya (Anonim, 2008).
Hasilnya, mampu menyebabkan kematian janin, cacat bayi, berat badan turun, dan gangguan perkembangan. Sementara itu, surat kabar The Globe and Mail Kanada memberitakan Departemen Kesehatan Kanada akan mendeklarasikan bahaya penggunaan BPA dan diatur sebagai peraturan. Aktivis lingkungan juga menyerukan hal yang sama terkait masalah kesehatan dari penggunaan bahan kimia (Anonim, 2008).
Setiap perusahaan umumnya telah memiliki standar perlindungan konsumen dengan mencantumkan jenis bahan plastik yang digunakan pada wadah makanan atau minuman yang diproduksinya Standar ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu standar AS ini biasanya ada di bagian bawah wadah plastik berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah angka di dalamnya. Angka ini menunjukkan jenis plastik dan penggunaannya.Di bawah panah yang membentuk segitiga itu, kadang dicantumkan inisial kandungan kimianya. Biasanya symbol ini terdapat pada bagian bawah botol kemasan (Neo Mujahid, 2009).
Kode 1 bertuliskan PET atau PETE
PET atau PETE (Polyethylene terephthalate) sering digunakan sebagai botol minuman, minyak goreng, kecap, sambal, obat, maupun kosmetik. Plastik jenis ini tidak boleh digunakan berulang-ulang atau hanya sekali pakai. Habiskan segera isinya, jika tutup wadah telah dibuka. Semakin lama wadah terbuka, maka kandungan kimia yang terlarut semakin banyak.
Kode 2 Bertuliskan HDPE
HDPE atau High Density Polyethylene banyak ditemukan sebagai kemasan makanan dan obat yang tidak tembus pandang. Plastik jenis ini digunakan untuk botol kosmetik, obat, minuman, tutup plastik, jeriken pelumas, dan cairan kimia.
Kode 3 Bertuliskan PVC
PVC atau Polyvinyl Chloride (PVC) sering digunakan pada mainan anak, bahan bangunan, dan kemasan untuk produk bukan makanan. PVC dianggap sebagai jenis plastik yang paling berbahaya. Beberapa negara Eropa bahkan sudah melarang penggunaan PVC untuk bahan mainan anak di bawah tiga tahun.
Kode 4 Bertuliskan LDPE
LDPE atau Low Density Polyethylene (LDPE) sering digunakan untuk membungkus, misalnya sayuran, daging beku, kantong/tas kresek.
Kode 5 Bertuliskan PP
PP atau Polypropylene sering digunakan sebagai kemasan makanan, minuman, dan botol bayi menggunakan plastik jenis ini.

Kode 6 Bertuliskan PS
PS atau Polystyrene termasuk kemasan sekali pakai. Contohnya gelas dan pakai makanan styrofoam, sendok, dan garpu plastik, yang biasa ada pada kotak makanan. Kotak CD juga mengandung Polystyrene. Kandungan bahan kimia plastik jenis ini berbahaya bagi kesehatan. Jika makanan berminyak dipanaskan dalam wadah ini, styrene dari kemasan langsung berpindah ke makanan.
Kode 7 Bertuliskan PC
 PC atau Polycarbonate digunakan untuk botol galon air minum, botol susu bayi, melamin untuk gelas, piring, mangkuk alat makanan. Salah satu bahan perlengkapan makanan dan minuman yang sering digunakan adalah melamin yang tergolong jenis plastik termoset. Plastik jenis ini tergolong dalam “food grade” dan dapat digunakan sampai 140º C (Sopyanhadi, 2008).
METODE PENELITIAN
            Metode penelitian meliputi pengumpulan data primer dan sekunder mengenai kemasan berbahan dasar plastik.
PEMBAHASAN
Makanan yang dibuat dan diolah dengan cara terbaik,  bukan jaminan kalau makanan tersebut sehat jika dimasukkan  dalam wadah plastik yang tidak aman. Plastik,  bisa merusak makanan bahkan membuat makanan menjadi racun bagi tubuh melalui proses migrasi berbagai komponen kimia dari kemasan plastik. Masalah kesehatan,  muncul saat terjadi kontak langsung antara makanan dan kemasan plastik.  Komponen kimia plastik, seperti monomer yang terperangkap dan zat aditif lainnya seperti plasticizer, pewarna, dan antioksidan bisa bermigrasi atau berpindah ke makanan (Anonim, 2009).
Monomer  yang reaktif tersebut,ada yang  bersifat karsinogenik. Karena itu, monomer ini bisa bereaksi dan berpindah ke dalam makanan yang disimpan. Demikian juga dengan zat aditif lainnya. Semua kandungan kimia ini, akan terakumulasi di dalam tubuh seiring dengan waktu. Pada akhirnya, tumpukan komponen beracun ini bisa menimbulkan berbagai penyakit berbahaya termasuk kanker (Anonim, 2009).
 Perpindahan komponen kimia ini, akan terjadi saat kemasan plastik bersentuhan dengan makanan khususnya yang bersifat cair atau semi padat. Makanan dalam kondisi ini,  lebih mudah terkontaminasi dengan komponen kimia plastik karena kontaknya lebih banyak dan lebih dekat. Sedang makanan kering, hanya mengalami sedikit kontak dengan kemasan. Dengan begitu, kemungkinan migrasinya juga jauh lebih kecil (Anonim, 2009).
Plastik dan gabus sama-sama praktis sebagai kemasan makanan. Tetapi keduanya juga mengandung zat-zat yang amat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kanker salah satu ancamannya (Sopyanhadi, 2008).
Tanpa memikirkan atau sekedar mau tahu mengenai risikonya terhadap kesehatan, kemasan makanan dari bahan plastik maupun styrofoam sudah pasti menjadi pilihan utama karena praktis, ringan, dan bisa digunakan berulang kali. Tetapi pada kedua jenis bahan ini justru ditemukan kandungan dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen, suatu larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem percernaan. Benzen ini juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses (kotoran) atau urine (air kencing). Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut lemak. Inilah yang bisa memicu munculnya penyakit kanker (Ikarowina Tarigan, 2009).
Banyak kandungan berbahaya dari kantong plastik (kresek) bisa mengontaminasi makanan. Bila terkena suhu tinggi, pigmen warna kantong plastik akan bermigrasi ke makanan. Bila makanan yang baru digoreng ditempatkan di kantong kresek, suhu minyak yang tinggi akan menghasilkan kolesterol atau lemak jenuh yang tinggi pula. Belum lagi, kantong kresek ini mengandung DOP serta logam berat Zn (seng) yang biasanya ditambahkan pabrik plastik sebagai bahan stabilizer untuk plastik (Sopyanhadi, 2008).
DOP memang populer digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai 50-70% dari total produksi plasticizer (senyawa aditif yang ditambahkan ke dalam polimer untuk menambah fleksibilitas dan daya kerjanya) (Sopyanhadi, 2008).
Styrofoam yang masih tergolong keluarga plastik ternyata juga memiliki bahaya yang sama. Sebagaimana plastik, styrofoam bersifat reaktif terhadap suhu tinggi. Padahal salah satu kelebihan styrofoam adalah kemampuannya menahan panas (Anonim, 2009).
Tidak hanya itu, styren, bahan dasar styrofoam, bersifat larut lemak dan alkohol. Ini berarti, wadah dari jenis ini tidak cocok untuk tempat susu yang mengandung lemak tinggi. Begitu pun dengan kopi yang dicampur krim. Padahal, tidak sedikit restoran cepat saji yang menyuguhkan kopi panasnya dalam wadah ini (Anonim, 2009).
Di dalam styrofoam dan plastik memang ada ancaman bagi kesehatan akibat kemungkinan imigrasi komponen-komponen dari plastik dan styrofoam ke barang yang kita konsumsi. Tetapi kemungkinan ini tergantung dari jenis pangan, lama kontak, luas cakupan bahan (plastik/styrofoam) dan sebagainya (Anonim, 2009).
Penelitian yang dalam dan menyeluruh mengenai ancaman di balik kemasan dari bahan styrofoam dan plastik memang belum dilakukan. Meski demikian, ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang memuat tentang kemasan sebenarnya sudah ada di Badan Standardisasi Nasional (BSN). Contohnya saja, SNI tentang film PVC untuk kemasan kembang gula, SNI tentang botol plastik wadah obat, makanan, dan kosmetika, SNI tentang etilen vinil asetat untuk laminasi pangan dan SNI tentang botol gelas minuman bertekanan dipakai ulang, dan tahun ini akan keluar SNI untuk melamin dan polystyrene (Neo Mujahid, 2009).
Bahan kimia yang terkandung dalam plastik itulah yang sangat membahayakan kesehatan bagi manusia. Salah satu bahan kimia yang paling berbahaya adalah Bisphenol A (BPA). Bahan ini mampu merangsang pertumbuhan sel kanker atau memperbesar risiko keguguran kandungan (Neo Mujahid, 2009).
Pilihan lain yang relatif aman sebagai alat makanan dan minuman adalah gelas (kaca) atau keramik. Kalau takut pecah, kita dapat menggunakan alat stainless steel. Dengan menghemat pemakaian plastik, selain meminimalkan risiko gangguan kesehatan, kita juga mengurangi limbah yang sulit terurai hingga 1.000 tahun (Ikarowina Tarigan, 2009).
Masyarakat harus mengetahui bahan dasar dari plastik-plastik yang aman untuk dipakai, dengan melihat simbol atau kode yang biasanya tertera di bawah produk plastik wadah makanan atau minuman. Produk plastik yang dimaksud bukan hanya botol plastik air mineral yang banyak beredar di pasaran, tetapi juga plastik wadah makan, penutup makanan, hingga botol susu (Anonim, 2008).
Simbol atau kode itu dikeluarkan oleh The Society of Plastic Industry sejak tahun 1988 di Amerika Serikat dan telah diadopsi oleh lembaga-lembaga yang mengembangkan sistem kode, seperti ISO (International Organization for Standardization) (Anonim, 2008).
Secara umum tanda tersebut berada di dasar, berbentuk segi tiga, di dalam segitiga akan terdapat angka, serta nama jenis plastik di bawah segitiga, dengan contoh dan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, PET atau Polyethylene Terephthalate. Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET di bawah segitiga. Simbol itu biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman lainnya. Mayoritas bahan plastik PET di dunia untuk serat sintetis (sekitar 60 persen), dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester (bahan dasar botol kemasan 30 persen). Botol Jenis PET/PETE ini direkomendasikan “hanya untuk sekali pakai”. Alasannya, bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker (Sopyanhadi, 2008).
Kedua, HDPE atau High Density Polyethylene. Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density polyethylene) di bawah segitiga. HDPE biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat, dan lain-lain. HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian, karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu (Sopyanhadi, 2008).
Ketiga, V atau Polyvinyl Chloride. Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta tulisan V yang berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. Plastik itu bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap) dan botol-botol.
PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC, saat bersentuhan langsung dengan makanan tersebut. Karena DEHA bisa lumer pada suhu 150 derajat celsius. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan. Sebaiknya kita mencari alternatif pembungkus makanan lain yang tidak mengandung bahan pelembut seperti plastik yang terbuat dari polietilena, seperti daun pisang yang lebih alami (Sopyanhadi, 2008).
Keempat, LDPE atau Low Density Polyethylene. Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE, yaitu plastik tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari minyak bumi. Biasanya LDPE dipergunakan untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol yang lembek. Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 derajat celsius sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik terhadap reaksi kimia. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini (Sopyanhadi, 2008).
Kelima, PP atau Polypropylene. Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk produk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.
Karakteristik berupa botol transparan yang tidak jernih atau berawan. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Carilah dengan kode angka 5, bila membeli barang berbahan plastik untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman (Sopyanhadi, 2008).
 Keenam, PS atau Polystyrene. Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS. Polystyrene ditemukan pada tahun 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari Jerman secara tidak sengaja. PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain.
Bahan tersebut harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf. Bahan itu juga sulit didaur ulang. Jika harus didaur ulang, PS memerlukan proses yang sangat panjang dan lama. PS dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga (Sopyanhadi, 2008).
Ketujuh, OTHER. Tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER yang merupakan gabungan dari SAN (styrene acrylonitrile), ABS (acrylonitrile butadiene styrene) dan PC (polycarbonate, Nylon). OTHER dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat elektronik, dan plastik kemasan. PC dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak balita, botol minum polikarbonat, dan kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. PC dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas (Sopyanhadi, 2008).
KESIMPULAN
       Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar penggunaan bahan dasar palstik untuk kemasan memiliki dampak negatif bagi kehidupan manusia khususnya pada makanan. Selain itu, plastik juga berpotensi menjadi masalah dalam pencemaran lingkungan karena kandungan dari bahan plastik tidak mudah diurai oleh alam. Namun, ada beberapa kriteria plastik yang aman untuk digunakan dan  sesuai  dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah serta ramah pada lingkungan.  




DAFTAR PUSTAKA
    

Anonim. 2008. Produk Plastik Berbahaya. 2 Desember 2009.  http:/indosiar.com.

Anonim. 2009. Kemasan Plastik Tidak Selalu Aman. 2 Desember 2009. http://www.antaranews.com.
Anonim. 2009. Peduli Bahaya Kresek. PT. Media Nusa Prada. Jakarta.
Anonim. 2009. BPOM. Teliti Kantong Plastik Kresek. 2 Desember 2009. http://www.poskota.com.
Koswara Sutrisno. 2006. Bahaya di Balik Kemasan Plastik. 2 Desember 2009. http://ibook.com.
Mujahid Neo. 2009. Jenis-Jenis Plastik Menurut Kadar Kimia yang Membahayakan Bagi Tubuh. 2 Desember 2009.
http;//aryafatta.wordpress.com.

Sopyanhadi. 2008. Kenali Logo Kemasan Plastik. 2 Desember 2009. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=205955.

Tarigan Ikarowana. 2009. Cara Aman Pakai Plastik. 2 Desember 2009. http://indialist.com.

7 komentar:

  1. artikel yang menarik,, makasih...

    BalasHapus
  2. thanks......slamat menambah ilmu baru ya..

    BalasHapus
  3. Plastik adalah polimer rantai-panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau “monomer”. Plastik yang umum terdiri dari polimer karbon saja atau dengan oksigen, nitrogen, chlorine atau belerang di tulang belakang. (beberapa minat komersial juga berdasar silikon). Tulang-belakang adalah bagian dari rantai di jalur utama yang menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan. Untuk mengeset properti plastik grup molekuler berlainan “bergantung” dari tulang-belakang (biasanya “digantung” sebagai bagian dari monomer sebelum menyambungkan monomer bersama untuk membentuk rantai polimer). Jasa Penulis Artikel SEO pabrik penerima limbah plastik

    BalasHapus